Memahami Price to Book Value Pada Saham

2

Dalam konsep value investing, seorang investor HARUS SELALU membeli sebuah instrumen investasi (dalam hal ini saham) pada harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga yang sebenarnya. Istilah sederhananya adalah, membeli barang bagus di harga diskon. Analoginya seperti jika kita pergi ke sebuah toko dan melihat sebuah barang yang biasanya dijual di harga satu juta rupiah, tetapi khusus hari ini tiba-tiba harganya didiskon sebesar 50%, jadi hanya tinggal lima ratus ribu rupiah saja.

ilustrasi diskon
Ilustrasi diskon. Gambar oleh Cheska Poon dari Pixabay

Pada saat itu, jika kalian membeli barang tersebut dan kemudian menjualnya kembali keesokan harinya ketika harganya sudah kembali normal menjadi satu juta rupiah, maka otomatis kalian sudah mendapatkan keuntungan dua kali lipat. Konsepnya sederhana sekali, bukan?

Namun, untuk mempraktekkan hal ini dalam berinvestasi saham, tentunya tidak sesederhana itu. Sebelum bisa membeli sebuah saham dalam harga diskon, ada dua informasi yang perlu kita ketahui. Yang pertama adalah harga saham tersebut saat ini, dan yang kedua adalah nilai yang sebenarnya dari saham tersebut.

Untuk informasi yang pertama yaitu harga saham, cukup mudah untuk mengetahuinya. Tinggal melihat ticker saham yang dicari di aplikasi sekuritas kalian, atau Googling saja. Maka informasi terbaru dari harga saham yang sedang kalian cari akan segera muncul. Sedangkan untuk informasi yang kedua, sedikit lebih rumit. Kita harus menggunakan beberapa teknik, analisa dan perhitungan yang melibatkan berbagai macam faktor dari perusahaan penerbit saham tersebut. Teknik-teknik perhitungan ini dalam dunia investasi disebut dengan valuasi.

Teknik valuasi sendiri ada banyak jenisnya, dan masing-masing dari teknik tersebut bertujuan untuk memberi investor pemahaman yang lebih jelas mengenai aspek fundamental perusahaan. Salah satu teknik valuasi yang paling sederhana dan straightforward adalah menggunakan Price to Book Value, yang biasa disingkat dengan PBV.

Sederhananya, PBV adalah metrik yang membandingkan antara harga saham sebuah perusahaan, dengan total aset bersih yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. PBV dengan nilai 1 kali berarti harga saham perusahaan itu sama dengan nilai aset bersih yang dimilikinya. PBV di atas 1 berarti saham tersebut dihargai lebih mahal daripada nilai aset bersihnya, dan sebaliknya jika PBV di bawah 1 berarti harga sahamnya dihargai lebih murah daripada total nilai aset bersihnya. Agar kalian lebih memahami tentang PBV ini, saya akan memberikan panduan cara membacanya seperti berikut

“PBV senilai X, artinya harga saham tersebut dihargai sebesar X kali dari nilai aset bersihnya.”

setiap kali menemukan angka PBV, bacalah dengan cara di atas untuk memahami maknanya.

Metrik PBV ini sendiri banyak ditemui di setiap aplikasi sekuritas ataupun website yang menyajikan data-data fundamental tentang saham perusahaan. Pastikan kalian memahami berapa nilai PBV nya sebelum memutuskan untuk membeli sebuah saham.

pbv saham
contoh PBV sebuah saham dalam aplikasi sekuritas

Cara menghitung PBV

Nah, kita sudah memahami apa itu Price to Book Value (PBV) dalam saham, dan kita juga sudah tahu di mana bisa melihat PBV ini, lalu mengapa kita masih harus mempelajari cara menghitungnya? Apakah perlu?

Hampir semua sekuritas dan website yang menyajikan data fundamental saham memang sudah menyajikan data PBV ini. Namun, kadangkala data yang disajikan bisa salah, belum terupdate, atau berbeda dari data di website lain. Ini karena beberapa aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan seperti buyback, penerbitan saham baru, stocksplit, atau sekedar menerbitkan laporan keuangan terbaru, bisa merubah nilai dari PBV nya. Karena itu, sebaiknya seorang investor memahami cara menghitung PBV secara manual, sehingga tidak tergantung dengan data dari pihak ketiga dan meminimalisir risiko kesalahan dalam mengambil keputusan investasi.

Untuk menghitung PBV, ada 3 hal yang perlu kita ketahui. Yang pertama adalah harga saham saat ini. Informasi mengenai harga saham terbaru, seperti yang sudah dijelaskan di awal, bisa dilihat di ticker saham dalam aplikasi sekuritas ataupun lewat proses Googling singkat.

Hal kedua yang perlu kita ketahui adalah jumlah aset bersih dari perusahaan tersebut. Untuk informasi ini, paling baik jika kita langsung mendapatkannya dari laporan keuangan (LK) terbaru yang dirilis oleh perusahaan tersebut. Untuk mendownload laporan keuangan, kalian bisa pergi ke website perusahaan atau ke website resmi IDX.

Untuk contoh kali ini, saya akan menggunakan laporan keuangan Q2 dari SIDO, yang baru saja melakukan stocksplit. Untuk ulasan saya mengenai SIDO pasca stocksplit bisa dilihat di sini. Bagi yang tidak bisa menemukan laporan keuangan SIDO atau tidak ada waktu untuk mencari, silakan download LK nya lewat link di bawah ini

LK Q2 2020 SIDO

Nah, setelah membuka LK tersebut, pergilah ke bagian Neraca, atau Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian. Bagi yang awam dengan istilah akuntansi atau membaca laporan keuangan, sebuah laporan keuangan biasanya dibagi menjadi 4 bagian. Neraca atau laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Untuk saat ini, yang perlu kita lihat adalah laporan posisi keuangan. Pergilah ke bagian ekuitas. Jika menggunakan LK Q2 SIDO, berarti halaman 2 dari daftar isi, atau halaman ke-4 pdf.

ekuitas SIDO
snapshot ekuitas SIDO

Ekuitas adalah aset bersih dari perusahaan. Artinya total aset setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Seperti yang dilihat pada contoh, ada 2 angka di sana, kolom kiri dan kanan. Gunakan angka periode yang paling baru, yaitu 30 Juni 2020 (kolom kiri). Sedangkan kolom kanan hanya digunakan sebagai pembanding untuk melihat apakah ekuitas perusahaan telah mengalami peningkatan atau penurunan sejak akhir tahun buku sebelumnya. Dari data ini, kita bisa mengetahui bahwa pada 30 Juni 2020, ekuitas SIDO yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (pemegang saham) adalah sebesar 3,077 triliun rupiah.

Mengapa tidak menggunakan Total Ekuitas?
Beberapa orang yang kritis mungkin akan bertanya, mengapa tidak menggunakan “Total Ekuitas”? Sebenarnya sah-sah saja menggunakan total ekuitas, tetapi saya lebih memilih menggunakan “Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk” karena menghasilkan nilai yang lebih riil dan konservatif. Ini adalah jumlah ekuitas yang benar-benar dimiliki oleh kita sebagai pemegang saham. Sedangkan pada “Total Ekuitas”, jumlahnya sudah ditambah dengan “Kepentingan nonpengendali”, yang bukan merupakan hak pemegang saham. Kepentingan nonpengendali sendiri adalah hak dari pemilik minoritas dari anak usaha yang dimiliki perusahaan. Saya akan menjelaskan tentang kepentingan nonpengendali ini di artikel yang lain. Pada beberapa perusahaan yang tidak memiliki akun Kepentingan nonpengendali, angka pada Total Ekuitas bisa digunakan.

Nah, setelah mengetahui nilai ekuitas perusahaan, hal terakhir yang perlu kita ketahui adalah jumlah saham beredarnya. Seperti pada ekuitas, informasi ini juga dapat kita temukan dalam bagian Ekuitas pada laporan keuangan terbaru perusahaan. Contoh datanya bisa dilihat di gambar di bawah ini.

saham SIDO
snapshot saham beredar SIDO

Pada data di atas terlihat bahwa SIDO memiliki “Modal ditempatkan dan disetor penuh sebanyak 15 miliar lembar saham”. “Modal dasar” tidak perlu dijadikan acuan karena ini adalah jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh perusahaan sepanjang umur operasinya, sedangkan jumlah aktual saham yang telah diterbitkan dan beredar adalah yang tertera pada “Modal ditempatkan dan disetor penuh”, yaitu 15 miliar lembar saham.

Sayangnya, data di atas masih belum update, karena pada September 2020, SIDO melakukan stocksplit atau pemecahan saham yang menambah jumlah saham beredarnya, sehingga data tersebut harus disesuaikan. Karena rasio stocksplit SIDO adalah 1:2, artinya setiap 1 lembar saham memecah menjadi 2 lembar, berarti kita tinggal mengalikan 15 miliar lembar dengan dua, sehingga didapatkan jumlah saham beredarnya 30 miliar lembar.

Setelah mendapatkan ketiga data tersebut, kita baru bisa mulai menghitung nilai PBV pada SIDO. Langkah pertama adalah mencari nilai ekuitas per sahamnya. Caranya tinggal membagi jumlah ekuitasnya dengan jumlah saham beredar. Dalam kasus SIDO, kita mendapatkan angka sebesar 102.59 rupiah per lembar saham. Ini adalah Nilai Buku per Saham (BVPS), artinya seandainya perusahaan SIDO dilikuidasi dan semua asetnya dijual dan uangnya dibagikan secara merata pada setiap saham, maka tiap lembar saham yang beredar akan mendapatkan Rp. 102.59 rupiah.

BVPS = Ekuitas/Jumlah saham beredar

Rumus ekuitas per saham

Selanjutnya, setelah menemukan angka BVPS, kita bisa menggunakannya untuk menghitung nilai PBV. Caranya adalah dengan membagi harga saham saat ini dengan BVPS yang sudah kita hitung. Per tanggal 21 September 2020, harga SIDO ditutup pada angka Rp. 770 per lembar. Dengan membagi harga saham dengan BVPS sebesar 102.59, maka ditemukan angka PBV sebesar 7,5.

PBV = Harga saham/BVPS

Rumus pbv

Artinya, harga saham SIDO dihargai sebesar 7,5 kali dari nilai aset bersihnya. Dalam kategori value investing, ini termasuk mahal. Biasanya, perusahaan yang bagus akan memiliki PBV yang cukup mahal, dan sebaliknya perusahaan yang jelek akan memiliki PBV yang murah. Tetapi terkadang ada perusahaan bagus yang memiliki PBV murah. Ada banyak faktor yang menyebabkan ini terjadi, tetapi bagi value investor, seringkali ini adalah peluang. Karena apabila pasar menyadari nilai sebenarnya dari perusahaan tersebut, harga sahamnya bisa naik berkali-kali lipat dan mendatangkan keuntungan besar. Tugas kita sebagai investor adalah, tinggal mencari saham-saham yang murah seperti itu dan membelinya. Sederhana sekali.

PBV adalah cara yang paling singkat dan sederhana untuk menganalisa sebuah saham. Tapi tentunya, PBV ini hanyalah salah satu dari sekian banyak metrik dan faktor yang bisa dipakai oleh seorang investor untuk menentukan murah atau mahalnya sebuah saham. Kita tidak bisa hanya mengandalkan PBV. Selain PBV, masih ada banyak rasio lain yang bisa digunakan untuk mempertajam analisa kalian, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Saya akan menjelaskannya satu persatu di lain kesempatan, karena kalau dijelaskan di sini semua, artikel ini akan jadi sangat panjang sekali. Saya harap, penjelasan mengenai PBV ini bisa berguna untuk kalian yang membaca, dan menambah wawasan serta logika kalian dalam berinvestasi. Satu kata terakhir, berinvestasilah dengan akal sehat, dan jangan pernah berspekulasi dalam instrumen investasi apapun. Happy Investing!

Bagikan halaman ini