PT. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) adalah perusahaan yang kegiatan utamanya adalah pengelolaan, pengembangan dan pendistribusian gas bumi dan gas buatan (hidrokarbon). PGAS sudah berdiri sejak abad ke-19, dan sudah berubah nama serta kepemilikan beberapa kali. Sebelumnya PGAS adalah sebuah BUMN yang sebagian kepemilikan sahamnya dimiliki langsung oleh pemerintah. Namun sejak 2018 pemerintah melepas saham yang dimilikinya dan dialihkan ke Pertamina sebagai bagian program pemerintah untuk membentuk BUMN holding migas. PGAS sendiri diberi peran sebagai subholding gas dengan mengakuisisi Pertagas dan kelima anak usahanya yang sebelumnya dimiliki oleh Pertamina pada akhir 2018 kemarin. Lalu bagaimanakah prospek usaha dan kondisi keuangan PGAS setelah proses akuisisi ini? Sekarang mari kita coba analisa kinerja keuangannya.
Kinerja Keuangan Q1 2019
Analisa ini didasarkan dari melihat laporan keuangan kuartal 1 PGAS. Bagi Anda yang ingin mendapatkan laporan keuangannya bisa klik link di bawah ini
Laporan Keuangan kuartal 1 2019 PGAS
Per 31 Maret 2019, PGAS tercatat memiliki ekuitas yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar USD 2,64 miliar. Naik dari USD 2,57 miliar di akhir 2018. Tapi jika dibandingkan dengan laporan keuangan kuartal 1 2018, ekuitas yang dapat diatribusikan ke entitas induknya malah berkurang cukup banyak dari USD 3,24 miliar di kuartal 1 2018. Ini disebabkan bukan dari segi operasional melainkan karena akuisisi yang dilakukan PGAS pada 51% saham Pertagas. Akuisisi ini membuat posisi akun kepentingan non pengendali PGAS jadi membengkak dari USD 19,2 juta di Q1 2018 ke USD 645 juta di Q1 2019 karena PGAS hanya mengakuisisi 51% kepemilikan saja. Tapi jika melihat total ekuitas secara konsolidasian, kita bisa melihat bahwa ekuitas PGAS ini sebenarnya tetap bertumbuh dari USD 3,26 miliar di Q1 2018 menjadi USD 3,29 miliar di Q1 2019.

Ekuitas PGAS Q1 2019
PGAS ini menurutku termasuk cash rich company, karena model bisnisnya yang secara garis besar hanya jual beli gas, bukan memproduksi seperti perusahaan manufaktur sehingga belanja modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Per 31 Desember 2018 kemarin posisi kas dan setara kas nya adalah sekitar USD 1,3 miliar. Dan setelah membayar promissory notes pelunasan akuisisi Pertagas sebesar USD 691 juta, masih ada sisa kas sebesar USD 870 juta di Q1 2019. Ini berarti PGAS telah berhasil menyelesaikan akuisisi Pertagas seluruhnya menggunakan kas internal perusahaan ta.npa harus menerbitkan hutang baru, sekaligus PGAS masih memiliki kemampuan untuk membayar dividen pada pemegang saham yang jumlahnya meningkat sekitar 80% dari dividen tahun sebelumnya.
Dari segi total pendapatan, PGAS ternyata mencatatkan penurunan pendapatan dari USD 943 juta di Q1 2018 menjadi USD 860 juta di Q1 2019. Penurunan ini disebabkan karena adanya penurunan pasokan dari Jawa Timur dan blok Corridor karena ada perbaikan jaringan pipa, bukan dari kinerja PGAS sendiri. Perlu diketahui, sebagai sebuah perusahaan yang mayoritas bergerak di hilir migas, PGAS juga memiliki ketergantungan suplai gas dari pihak lain. Karena itu PGN baru-baru ini memiliki wacana untuk menyerap produksi gas dari blok Masela sebagai bagian dari upaya untuk menjamin ketersediaan gas, meskipun kerjasama dengan blok Masela ini juga masih harus melalui banyak tahapan sebelum bisa benar-benar terwujud. Justru penurunan sementara dari pendapatan PGAS ini bisa dijadikan peluang karena ternyata market bereaksi negatif dan membuat harga saham PGAS ini terkoreksi cukup dalam hingga di bawah 2000an kemarin

pendapatan PGAS Q1 2019
Prospek PGAS
Lalu bagaimanakah prospek PGAS kedepannya setelah akuisisi Pertagas? Menurutku prospek PGAS ke depannya cukup menarik. Pasca akuisisi Pertagas, PGAS ini menguasai sekitar 90% jaringan distribusi gas nasional, sehingga bisa dibilang PGAS ini hampir memonopoli pangsa pasarnya. Selain itu, gas yang secara umum dianggap sebagai bahan bakar fosil yang relatif paling bersih, juga akan semakin banyak digunakan sebagai substitusi dari minyak dan batubara, terutama untuk pembangkit listrik. Belum lagi adanya Program Jargas yang digalakkan oleh Kementrian ESDM, yang akan terus menambah jumlah konsumen rumah tangga bagi PGAS. Sedangkan tantangan bagi PGAS sendiri datang dari regulasi pemerintah dan fluktuasi harga minyak dan batubara. Saat harga minyak dan batubara rendah, maka gas akan terlihat mahal dan tidak ekonomis sebagai bahan bakar pembangkit listrik, sehingga produsen listrik akan beralih ke batubara dan minyak. Sedangkan tantangan dari segi regulasi adalah aturan harga komoditas gas, yang tentunya akan mengurangi margin laba jika PGAS tidak mampu menjaga beban usahanya agar tetap terkendali.
Harga Wajar PGAS
Lalu berapakah harga wajar PGAS? Harga saham PGAS ini pernah mencapai angka tertinggi Rp. 6450/lembar di tahun 2013, sebelum turun terus karena kinerjanya memburuk dan menjadi Rp.2080/lembar saat ini. Setelah memperhitungkan ekuitas, pendapatan, dan Return on Equity terendah dalam 5 tahun terakhir, aku memperkirakan nilai intrinsik PGAS adalah sekitar Rp 2300-2500 per lembar saham. Ini adalah perkiraan nilai paling konservatif, karena tidak memasukkan aset dari grup Pertagas yang sekitar USD 1 miliar dan arus pendapatan Pertagas yang sebesar kira2 USD juta 320 per tahun. (dengan 51% kepemilikan). Jika diperhitungkan aset dari Pertagas juga, maka harga wajar PGAS bisa mencapai kisaran angka rp. 3000an/ lembar saham. Jadi harga saham PGAS saat ini yang hanya Rp. 2080 / lembar bisa dikatakan cukup undervalue. Meskipun aku prefer untuk menunggu harganya terkoreksi hingga di bawah 2000 jika ingin membeli sahamnya agar bisa mendapatkan margin of safety yang lebih menarik.
Kesimpulan
PGAS adalah salah satu perusahaan utilitas yang berpotensi menjadi sebuah wonderful company, karena didukung oleh program Jargas pemerintah dan market share yang nyaris monopoli dalam bidang distribusi gas. Meskipun kinerja Q1 nya terlihat “mengecewakan” pasca akuisisi Pertagas, tapi penurunan kinerja ini lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal dan non operasional seperti perbaikan jaringan pipa di Blok Corridor, ke depannya dengan PGAS terus menambah jumlah pemasok gas seperti dari Blok Masela dan Blok Sakakemang, diharapkan pasokan gas yang didistribusikan PGAS jadi lebih bisa diandalkan dan minim gangguan. Harga saham PGAS saat ini masih terhitung murah dan layak untuk dibeli dalam jangka panjang, meskipun aku sendiri prefer untuk menunggu hingga di bawah 2000 sehingga memberikan resiko capital loss lebih kecil dan margin of safety yang lebih menarik.
disclaimer:
PGAS sudah jadi bagian dari portofolioku sejak pertengahan 2018, analisa di atas hanya sebagai bahan pembelajaran saja, bukan sebuah rekomendasi untuk membeli/menjual. Tanggung jawab setiap keputusan investasi melekat pada masing-masing individu. Do Your own research.